Perjalanan Baru ke Kota Ettelbruz
Benua Altberthne di dalam Negeri Allarcez yaitu tanah yang dikenal sebagai negeri
mesteri dan petualangan. Di salah satu sudut negeri, berdiri sebuah desa kecil dan
damai bernama desa Thrile
Tempat yang sunyi dan tentram itu, seorang pemuda tampak sibuk menyiapkan
perbekalan dalam tasnya.
Ia tahu, langkahnya ini akan membawa dirinya jauh dari kehidupan damainya
Inilah awal dari petualang besarny yang penuh tantangan, bahaya, dan rahasia yang
akan mengubah hidupnya selamanya
“Akhirnya, semua sudah siap. Sekarang waktu nya menyiapkan kuda milikaku.
Petualangan menuju Kota Ettelbruz akan dimulai “ ucap, Sang Pemuda yang bernama
Branz.
Namun, saat ia keluar untuk menyiapkan kudanya, terdengar suara tua memanggilnya
dari belakang.
“Jadi, kau benar-benar akan meninggalkan desa ini, branz ? “ ucap, Kakek Tua
“Iya Grandsire, aku akan pergi ke Kota Ettelbruz. Katanya, kota itu penuh petualan”
ucap, branz sambil memeriksa pelana kudanya.
“Baiklah, Nak. Tapi jangan terlalu lengah di jalan. Terutama di Jalan Skicler, yang
dekat dengan Hutan Raifessen “ Kakek tua menasehatinya dengan nada yang serius.
Hutan Raifessen terkenal sebagai sarang monster berlevel ancaman D dan C.
Meski tidak terlalu berbahaya, jumlah monster di sana jauh lebih banyak dibanding
hutan mana pun di Allarcez.
Biasanya, para petualang peringkat menengah sampai tinggi datang ke sana untuk
melatih kemampuan bertarung mereka
“Baik, Grandsire “ jawab Branz sambil menunggangi kuda nya
Sekitar satu jam setelah meninggalkan Desa Thrile, Branz tiba di Jalan Skicler.
Tanpa ia sadari, monster-monster mulai bermunculan termasuk goblin dan yowie.
Yowie adalah makhluk bertubuh kecil seperti kera, dengan cakar tajam di tangannya
dan gigi runcing yang mengarah ke atas.
Sebagai petualang berperingkat D, Branz sudah cukup berpengalaman menghadapi
mereka.
Dengan cepat, ia menebas tiga yowie dan dua goblin, lalu mengambil barang berharga
dari tubuh mereka.
Saat ia sedang memotong daging goblin, tiba-tiba seekor yowie melompat dari atas,
mencakar punggungnya dan hampir menancapkan giginya di leher Branz.
Dengan refleks, Branz menangkap makhluk itu, melemparkannya ke batang pohon,
lalu menebasnya hingga tewas.
“hah… nyaris saja aku mati tadi “ ucap Branz dengan gemetar lalu bergumam “Aku
harus cepat pergi dari sini “ ucapnya lalu segera pergi.
Ia segera menaiki kudanya dan berlari lebih cepat
Beberapa kali monster lain bermunculan, tapi Branz terus memacu kudanya tanpa
henti. Setelah perjalanan yang begitu panjang, Akhirnya ia keluar dari kawasan hutan
walaupun tubuhnya penuh luka dan goresan.
Di bawah sebuah pohon, ia berhenti untuk beristirahat.
Branz mengeluarkan ramuan organik penyembuh, mengoleskannya ke luka-lukanya.
Ramuan itu mempercepat regenerasi tubuh, tapi bukan penyembuhan instan seperti
sihir.
Beberapa menit kemudian, Branz sudah kembali di atas kudanya.
Meski tubuhnya masih sakit, ia tetap melanjutkan perjalanan.
Angin sore berhembus lembut, membuat perjalanan terasa tenang.
Namun ketenangan itu tak bertahan lama.
Dari kejauhan, Branz melihat kereta rusak di tepi jalan, dikelilingi beberapa orang
dengan tiga di antaranya tampak seperti petualang.
Ia segera mendekat.
“Ada apa di sini ” ucap Branz, namun para petualag itu merasa terancam
“Berhenti di sana, siapa kau ? Jangan-jangan kau juga bandit yang menyerang kami
tadi ? “ ucap Petualang 1 , yang sudah menyiapkan tongkat sihirnya
“Bukan! Namaku Branz, petualang dari Desa Thrile. Aku sedang menuju Ettelbruz “
jawab Branz dengan sambil mengeluarkan kartu petualangannya
“Baiklah, maaf atas sikap temanku. Dia memang agak curiga sama orang baru “ ucap
Petualang 2 lalu menepuk temannya.
“Namaku Gerda, pemimpin kelompok ini. Sedangkan yang tadi mencurigaimu
namanya Heta, dan satu lagi ini Heydi “ ucap Gerda memperkenalkan teman-teman
nya.
“Aku lihat roda kereta kalian rusak. Mungkin aku bisa bantu memperbaikinya “ ucap
Branz sambil turun dari kuda dan mengambil peralatan dari tas di kuda nya
“Serius ?” tanya lekaki dalam kereta.
“Oh iya, perkenalkan, ini Tuan Irving. Beliau menyewa kami untuk menjaga dan
mengantarnya ke kota Ettelbruz “ ucap Gerda
“Baik, Tuan Irving. Mungkin butuh waktu, tapi aku bisa perbaiki “ ucap Branz
dengan niat baik nya.
Dengan bantuan ketiga petualang itu, Branz mulai memperbaiki roda kereta.
Semua orang terkejut melihat betapa cepat dan rapinya ia bekerja hingga tak lama
kemudian, kereta pun kembali siap digunakan.
“Terima kasih banyak, Branz!“ ucap Tuan Irving dan para petualang dengan
serempak.
Sebelum berpisah, Tuan Irving menawarkan Branz tumpangan ke kota, tapi Branz
menolak dengan sopan.
Sebagai gantinya, Irving memberikan empat Shekel sebagai tanda terima kasih.
Di Alberthne, semua negara menggunakan mata uang yang sama:
Dam, Dharkma, Shekel, Thaler, dan Saldar.
Dam bernilai paling tinggi, satu Dam setara dengan 10 Dharkma atau 100 Shekel.
Branz kaget menerima bayaran sebanyak itu.
Biasanya, untuk pekerjaan seperti itu, ia cuma dapat 9 Thaler di desanya. Tapi Tuan
Irving bersikeras, jadi Branz akhirnya menerimanya.
Setelah perpisahan itu, Branz kembali menunggang kudanya, melaju tanpa henti.
Dan di kejauhan…
Ia akhirnya melihat gerbang raksasa Kota Ettelbruz, kota agung yang selama ini ia
impikan.
“Itu dia… Etelbruz, kota para petualang “ bisik Branz dengan kagum memandangi
dinding kota yang menjulang tinggi.
Saat tiba di gerbang, para penjaga menghentikannya
“Siapa kau ? Dari mana asalmu ?“ tanya penjaga
“Namaku Branz, petualang peringkat D dari Desa Thrile “ ucap Branz sambil
menunjukkan kartu petualang.
“Baik, kau boleh masuk “ kata Penjaga dengan mengizinknnya
Begitu masuk, Branz terpukau oleh suasana ramai kota para pedagang menjajakan
barang-barang dari kebutuhan sehari-hari sampai harta langka.
“Pantas disebut Grandcity… luar biasa,”gumamnya sambil takjub, sebelum teringat
sesuatu.
“Oh iya, aku harus jual barang-barang ini.” ucap Branz dalam hati.
Ia membuka tas di kudanya yang berisi daging goblin dan gigi yowie yang ia
kumpulkan dari Hutan Raifessen.
Branz lalu bertanya ke beberapa orang tentang Guild Petualang, dan beruntung,
seseorang menunjukkan arah.
Ternyata letaknya tidak jauh dari gerbang.
Begitu masuk, seorang resepsionis langsung menyambutnya.
“Selamat datang di Guild Petualang. Namaku Charlotte. Ada yang bisa saya bantu?”
sapa Charlotte dengan ramah.
“Namaku Branz. Aku ingin menjual ini,” ucap Branz sambil menyerahkan barangbarangnya.
Charlotte menimbang sebentar lalu berkata,
“Totalnya 3 Thaler dan 6 Saldar,” ucap Charlotte sambil menyerahkan koin ke Branz.
Branz sempat bertanya dengan suara pelan,
“Aku dengar di sini bisa melakukan penilaian kemampuan ya?” tanya Branz
Charlotte mengangguk.
“Benar. Kami punya artefak khusus untuk itu. Tapi prosesnya dilakukan di ruang
khusus dan biayanya 2 Shekel ” jawab Charlotte
Dalam hati, Branz berpikir, “Mahal juga… tapi mungkin sepadan. Apalagi aku masih
punya uang dari Tuan Irving.”
“Baiklah, aku mau coba,”
ucap Branz sambil menyerahkan dua Shekel.
Charlotte menuntunnya ke sebuah ruangan kecil, di mana hanya ada sebuah cermin
tua.
“Inilah artefaknya,” Charlotte menjelaskan dengan penuh hormat.
“Namanya Ame-No-Uzume, meski sebagian orang menyebutnya Cermin Chitragupta.
Konon, cermin ini bisa memperlihatkan potensi tersembunyi seseorang bahkan
kemampuan yang belum ia sadari.”
Branz berdiri di depan cermin.
Begitu ia menatap bayangannya, cahaya terang menyilaukan memenuhi ruangan.
Saat cahaya meredup, tulisan-tulisan muncul di permukaan cermin — menampilkan
kemampuan dan talentanya :
Keahlian ( Nilai ) [ Level ]
1. Ilmu Pedang ( 19 )→( 20 ) [ C ]
2. Magi ( 17 ) [ E ]
3. Pandai Besi ( 17 ) [ S ]
4. Strategi ( 22 ) [ B ]
5. Teknisi ( 21 ) → ( 22 ) [ S ]
6. Berkuda ( 19 ) → ( 21 ) [ A ]
7. Memanah ( 12 ) [ E ]
Charlotte terpaku melihat hasilnya.
Branz memiliki bakat luar biasa di bidang teknis dan pandai besi sesuatu yang jarang
ditemukan di petualang muda.
Setelah itu, mereka kembali ke aula utama.
Sebelum pergi, Branz meminta rekomendasi tempat menginap.
“Ada penginapan Mitwohn, tapi agak mahal. Sekitar 5 sampai 9 Shekel semalam,”
Ucap Charlotte dengan agak ragu.
“Waduh… itu lebih mahal dari uang pemberian Tuan Irving,” Branz bergumam dalam
hati nya.
“Tapi ada pilihan lain, Leckersohn Hostelry. Lebih murah, cuma 1 sampai 4 Thaler
per malam,” ucap Charlotte
“Itu cocok! Di mana lokasinya?” tanya Branz dengan semangat.
“Di Jalan Falscher No. 21.” Ucap Charlotte
Branz mengucapkan terima kasih, lalu menunggang kudanya menuju tempat itu.
Setelah perjalanan singkat, ia tiba di depan hostel sederhana.
Dua resepsionis menyambutnya dengan tatapan datar.
“Masih ada kamar kosong?” tanya Branz
“Ada, di lantai lima. Mau atau nggak?” jawab Resepsionis dengan nada datar tanpa
ekspresi.
Branz sempat ragu, tapi ini satu-satunya tempat murah yang ia tahu.
“Baik, aku ambil.” Ucap Branz
Lychell menyerahkan kunci tanpa banyak bicara.
“Kalau butuh apa-apa, panggil saja. Aku Lychell, ini Waiss,” ucap Lychell dengan
singkat.
Branz hanya mengangguk, lalu menuju kamarnya.Begitu masuk, ia langsung rebah di
kasur.Tubuhnya lelah, tapi hatinya hangat.
“Berat juga… tapi penuh kejutan. Aku penasaran, besok akan seperti apa,” Branz
bergumam pelan sebelum terlelap.